Rabu, 29 Januari 2014

(Tugas kelompok) Perjuangan Diplomasi Bangsa Indonesia Dalam Merebut Irian Barat



PERJUANGAN DIPLOMASI BANGSA INDONESIA DALAM MEREBUT IRIAN BARAT


Setelah proses pengakuan kedaulatan Indonesia masih mempunyai satu permasalahan dengan Belanda yaitu masalah Irian Barat. Gambar di atas pasukan Brimob yang diterjunkan di Fak-Fak, Irian Barat pada tanggal 15 Mei 1962 untuk merebut Irian Barat dari tangan Belanda. Langkah apa yang dilakukan pemerintah? Seringkali di masyarakat terjadi kasus persengketaan antarsaudara atau dengan tetangga disebabkan rebutan batas tanah. Persengkataan ini seringkali meretakkan hubungan bersaudara maupun bertetangga. Sebab dalam masalah hak tanah seringkali orang mempertahankan mati-matian, bahkan orang Jawa mengatakan ”Sedumuk Bathuk Senyari Bumi”. Maksudnya, dalam mempertahankan hak tanah mereka memperjuangkan walaupun sampai titik darah penghabisan. Begitu juga bangsa Indonesia dalam upaya mempertahankan wilayah Irian Barat (sekarang Papua) ketika hendak diduduki Belanda setelah diakuinya kedaulatan RI pada tanggal 27 Desember 1949. Bangsa Indonesia harus berjuang dengan berbagai macam cara untuk merebut kembali Irian Barat.
    

    Latar Belakang.
Sekalipun pada tanggal 17 Agustus 1950 terjadi perubahan ketatanegaraan di Indonesia dari RIS menjadi NKRI, tetapi masalah Irian Barat belum terselesaikan. Berikut ini beberapa langkah diplomasi dalam penyelesaian Irian Barat:
1.    Tanggal 4 Desember 1950 diadakan konferensi Uni Indonesia Belanda. Dalam konferensi itu Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan Irian Barat secara de jure. Namun ditolak oleh Belanda.
2.    Pada bulan Desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya Irian Barat ke wilayah NKRI, namun gagal.
3.    Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai Irian Barat, namun gagal.
Perjuangan Diplomasi Tingkat Internasional:
Dalam Konferensi Colombo bulan April 1954, Indonesia memajukan masalah Irian Barat. Indonesia berhasil mendapat dukungan.
Pada tahun 1954 Indonesia mengajukan masalah Irian Barat dalam sidang PBB. Namun mengalami kegagalan karena tidak memperoleh dukungan yang kuat. Dalam KAA tahun 1955 Indonesia mendapat dukungan dalam masalah Irian Barat. Hingga tahun 1956, perundingan antara Indonesia dan Belanda mengenai masalah Irian Barat mengalami kegagalan.
Jalan diplomasi yang ditempuh pemerintah Indonesia merupakan langkah awal dalam rangka pengembalian Irian Barat. Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) sebenarnya telah dinyatakan bahwa Kerajaan Belanda akan menyerahkan kedaulatan wilayah Irian Barat kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat dan tidak dapat dicabut.
Karena Belanda tidak mematuhi isi KMB, maka pada tahun 1954 pemerintah Indonesia membawaPBB. Persoalan Irian Barat berulang kali dimasukkan ke dalam agenda Sidang Majelis Umum PBB, tatapi tidak memperoleh tanggapan yang positif. Pada tahun 1957, menteri luar negeri Republik Indonesia berpidato di depan Sidang Majelis Umum PBB. Isi pidatonya antara lain menyatakan bahwa mengenai Irian Barat pemerintah Indonesia akan menempuh cara lain setelah cara diplomasi tidak berhasil menyelesaikannya. Nada keras yang dilontarkan Menteri Luar Negeri Indonesia tersebut tidak mampu mengubah pendirian negara-negarapendukung Belanda. Dukungan negara-negara terhadap Belanda semakin kuat ketika persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur semakin menguat dalam suasana Perang Dingin. Karena dukungan sejumlah negara terhadap penguasaan wilayah Irian Barat, Kerajaan Belanda tidak mau menyerahkan Irian Barat kepada pemerintah Indonesia.
 
Semua partai dan golongan/ormas yang ada di Indonesia mendukung usaha pembebasan Irian Barat. Irian Barat merupakan bagian wilayah Indonesia. Pada tahun 1957, pemerintah Indonesia melancarkan aksi-aksi untuk mengembalikan Irian Barat ke Indonesia. Langkah awal yang dilaksanakan adalah mengambil alih perusahaan milik Belanda di Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1960, Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan pemerintah Belanda. Sehubungan dengan masalah Irian Barat, Presiden Soekarno berpidato di depan Sidang Umum PBB pada tahun 1960.
Dalam pidatonya yang berjudul “Membangun Dunia Kembali”, Presiden Soekarno menyatakan:
“Kami telah berusaha untuk menyelesaikan masalah Irian Barat. Kami telah berusaha dengan sungguhsungguh dan dengan penuh kesabaran dan penuh toleransi dan penuh harapan. Kami telah berusaha untuk mengadakan perundingan-perundingan bilateral. Harapan lenyap, kesabaran hilang, bahkan toleransi pun telah mencapai batasnya. Semuanya itu kini telah habis dan Belanda tidak memberikan alternatif lainnya, kecuali memperkeras sikap kami.”
 
Masalah Irian Barat diangkat kembali ke sidang PBB pada tahun 1961. Pada waktu itu yang menjadi Sekjen PBB adalah U Thant. U Thant menunjuk Ellsworth Bunker (diplomat Amerika Serikat) untuk mengajukan usul mengenai masalah Irian Barat. Bunker mengusulkan agar pihak Belanda menyerahkan kedaulatan Irian Barat kepada Republik Indonesia.

Penyerahan itu dilakukan melalui PBB dalam waktu dua tahun. Usulan tersebut pada prinsipnyadisetujui oleh Belanda dan Indonesia. Indonesia menghendaki waktu penyerahan lebih dipercepat dan Belanda menghendaki adanya semacam perwakilan di bawah PBB, yang kemudian membentuk Negara Papua.

Cara dan upaya pemerintah untuk merebut irian barat
                                                                                             
  Perjanjian diplomasi.        
a.    perjuangan diplomasi bilateral. Setahun setelah irian barat dikuasai Belanda, pemerintah Belanda berusaha menyelesaikan masalah melalui perundingan bilateral dalam lingkungan ikatan uni Indonesia-Belanda (1950-1953), perundingan ini gagal. Berikut ini beberapa langkah diplomasi dalam penyelesaian irian barat :
1)    Tanggal 4 desember 1950 di adakan konferensi uni Indonesia Belanda. Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan irian barat secara de jure, namun ditolak Belanda.

2)    Pada bulan desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya irian barat wilayah NKRI, namun gagal.

3)    Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai irian barat, namun gagal.     
 
     Melalui jalur yang panjang dari kabinet ke kabinet lain.
1)    Usaha kabinet natsir kabinet natsir pada bulan desember 1950 mengadakan perundingan dengan Belanda, tetapi menempuh jalan buntu (deadlock). Belanda kemudian justru memperkuat pertahanannya di Irian Barat.
2)    Usaha kabinet Ali 1 Program kabinet Ali melanjutkan usaha diplomasi yang telah dilakukan cabinet sebelumnya.maksud dari program tersebut adalah untuk menarik perhatian internasional terhadap masalah irian barat. Memang Belanda menganggap masalah Irian Barat sebagai masalah internasional. Pada tahun 1954 mulailah masalah ini diangkat untuk pertama kali dalam sidang PBB, tetapi mengalami kegagalan karena tidak mencukupi 2/3 jumlah anggota.
3)    Usaha kabinet Burhanuddin Harahap Kabinet Burhanuddin pada tahun 1955 memulai lagi perundingan dalam siding umum PBB. Pada saat itu Belanda menentukan syarat-syarat yang mengada-ada. Perundingan pun mengalami deadlock. Indonesia terpaksa membubarkan Uni Indonesia-Belanda pada tanggal 15 februari 1956.
4)    Usaha Kabinet Ali II Kabinet Ali II Melanjutkan tindakan keras cabinet Burhanuddin Harahap dengan membubarkan seluruh isi perjanjian KMB.
Perjuangan diplomasi Indonesia menempuh tahap kedua, yakni membawa masalah irian barat kesidang PBB. Sambil melakukan cara ini, Indonesia menyiapkan operasi militer untuk menunjukan kesungguhan sekaligus memperkuat posisi Indonesia.

      Cara dan upaya pemerintah untuk merebut irian barat

     Perjanjian diplomasi.        
a.    perjuangan diplomasi bilateral. Setahun setelah irian barat dikuasai Belanda, pemerintah Belanda berusaha menyelesaikan masalah melalui perundingan bilateral dalam lingkungan ikatan uni Indonesia-Belanda (1950-1953), perundingan ini gagal. Berikut ini beberapa langkah diplomasi dalam penyelesaian irian barat :
1)    Tanggal 4 desember 1950 di adakan konferensi uni Indonesia Belanda. Indonesia mengusulkan agar Belanda menyerahkan irian barat secara de jure, namun ditolak Belanda.

2)    Pada bulan desember 1951 diadakan perundingan bilateral antara Indonesia dan Belanda. Perundingan ini membahas pembatalan uni dan masuknya irian barat wilayah NKRI, namun gagal.

3)    Pada bulan September 1952, Indonesia mengirim nota politik tentang perundingan Indonesia Belanda mengenai irian barat, namun gagal.     

Menurut ketentuan Konferensi Meja Bundar ( KMB ), masalah Irian Barat ditunda penyelesaiannya setahun kemudian. Oleh karena itu, pada waktu berlangsung upacara pengakuan kedaulatan, wilayah Irian barat tidak termasuk sebagai daerah RIS.
Berdasarkan keputusan KMB, semestinya pada akhir tahun 1950 sudah ada upaya Belanda untuk mengembalikan Irian Barat kepada pihak Indonesia. Akan tetapi, tampaknya keputusan KMB yang berkaitan dengan Irian Barat tidak berjalan lancar. Belanda tampak ingin tetap mempertahankan Irian Barat. Oleh karena itulah, Indonesia berusaha mengembalikan Irian Barat melalui upaya diplomasi dan berunding langsung dengan Belanda.
Beberapa kabinet pada masa demokrasi liberal juga memiliki program pengembalian Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia. Setiap kabinet mencoba melakukan perundingan dengan Belanda. Perundingan itu misalnya pada masa Kabinet Natsir, Sukiman, Ali Sastroamidjojo dan Burhanuddin Harahap. Bahkan pada masa Kabinet Burhanudin Harahap diadakan pertemuan antara Menteri Luar Negeri Anak Agung dan Luns di Den Haag. Akan tetapiperundingan-perundingan itu tidak berhasil mengembalikan Irian Barat.
    Melalui jalur yang panjang dari kabinet ke kabinet lain.

1)    Usaha kabinet natsir kabinet natsir pada bulan desember 1950 mengadakan perundingan dengan Belanda, tetapi menempuh jalan buntu (deadlock). Belanda kemudian justru memperkuat pertahanannya di Irian Barat.
2)    Usaha kabinet Ali 1 Program kabinet Ali melanjutkan usaha diplomasi yang telah dilakukan cabinet sebelumnya.maksud dari program tersebut adalah untuk menarik perhatian internasional terhadap masalah irian barat. Memang Belanda menganggap masalah Irian Barat sebagai masalah internasional. Pada tahun 1954 mulailah masalah ini diangkat untuk pertama kali dalam sidang PBB, tetapi mengalami kegagalan karena tidak mencukupi 2/3 jumlah anggota.
3)    Usaha kabinet Burhanuddin Harahap Kabinet Burhanuddin pada tahun 1955 memulai lagi perundingan dalam siding umum PBB. Pada saat itu Belanda menentukan syarat-syarat yang mengada-ada. Perundingan pun mengalami deadlock. Indonesia terpaksa membubarkan Uni Indonesia-Belanda pada tanggal 15 februari 1956.
4)    Usaha Kabinet Ali II Kabinet Ali II Melanjutkan tindakan keras kabinet.

         Melalui Forum PBB
                Kegagalan perjuangan diplomasi langsung dengan Belanda mendorong pemerintah Indonesia melakukan perjuangan diplomasi  dalam forum PBB. Sejak sidang tanggal 21 September  1954 pemerintah RI berturut-turut membawa masalah Irian Barat dalam forum sidang umum PBB. Dalam sidang tersebut Indonesia meyakinkan bahwa masalah Irian Barat perlu mendapat perhatian internasional karena masalah itu menunjukkan kenyataan penindasan bangsa lain terhadap bangsa Indonesia. Akan tetapi, usaha diplomasi dalam forum PBB juga gagal yang terutama disebabkan oleh adnya dukungan dari negara-negara Eropa terhadap Belanda yang tergabung dalam blok barat. Dukungan terhadap Belanda semakin kuat bersamaan dengan meruncingnya pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur. Dengan demikian, resolusi Irian Barat yang disponsori oleh India tidak dapat dimenangkan karena tidak mencapai kuorum. Oleh karena dalam setiap sidang tidak pernah mencapai kuorum, sejak tanggal 10 Desember 1954 PBB mengesampingkan masalah Irian Barat dalam sidang berikutnyayang berarti persoalan Irian Barat tidak lagi menjadi urusan PBB.Burhanuddin Harahap dengan membubarkan seluruh isi perjanjian KMB.
  Melalui Dukungan Negara-Negara Asia-Afrika.
Gagal melalui cara bilateral, Indonesia juga menempuh jalur diplomasi secara regional dengan mencari dukungan dari negara-negara Asia Afrika. Konferensi Asia Afrika yang diadakan di Indonesia tahun 1955 dan dihadiri oleh 29 negara-negara di kawasan Asia Afrika, secara bulat mendukung upaya bangsa Indonesia untuk memperoleh kembali Irian sebagai wilayah yang sah dari RI.

Tanggal 20 Januari 1965, Bung Karno menarik Indonesia dari keangotaan PBB. Ini karena PBB tidak menjalankan tugasnya dengan baik dalam menangani persoalan anggota-anggotanya, termasuk dalam kaitan konflik Indonesia–Malaysia. Ada enam alasan yang tak bisa dibantah siapa pun, termasuk Sekjen PBB sendiri, yang menjadi dasar Indonesia menarik diri dari keanggotaan PBB.
1)    Soal kedudukan PBB di Amerika Serikat. Bung Karno mengkritik, dalam suasana perang dingin Amerika Serikat dan Uni Sovyet lengkap dengan perang urat syaraf yang terjadi, maka tidak sepatutnya markas PBB justru berada di salah satu negara pelaku perang dingin tersebut. Bung Karno mengusulkan agar PBB bermarkas di Jenewa, atau di Asia, Afrika, atau daerah netral lain di luar blok Amerika dan Sovyet.

2)     PBB yang lahir pasca perang dunia kedua,dimaksudkan untuk bisa menyelesaikan pertikaian antarnegara secara cepat dan menentukan. Akan tetapi yang terjadi justru PBB selalu tegang dan lamban dalam menyikapi konflik antar negara. Indonesia mengalami dua kali, yakni saat pembebasan Irian Barat, dan Malaysia. Dalam kedua perkara itu, PBB tidak membawa penyelesaian,kecuali hanya menjadi medan perdebatan. Selain itu, pasca perang dunia II, banyak negara baru, yang baru saja terbebas dari penderitaan penjajahan, tetapi faktanya dalam piagam-piagam yang dilahirkan maupun dalam preambule-nya, tidak pernah menyebut perkataan kolonialisme. Singkatnya, PBB tidak menempatkan negara-negara yang baru merdeka secara proporsional.

3)    Organisasi dan keanggotaan Dewan Keamanan mencerminkan peta ekonomi, militer dan kekuatan tahun 1945, tidak mencerminkan bangkitnya negara-negara sosialis serta munculnya perkembangan cepat kemerdekaan negara-negara di Asia dan Afrika. Mereka tidak diakomodir karena hak veto hanya milik Amerika,Inggris, Rusia,Perancis, dan Taiwan. Kondisi yang tidak aktual lagi, tetapi tidak ada satu orang pun yang berusaha bergerak mengubahnya.

4)     Soal sekretariat yang selalu dipegang kepala staf berkebangsaan Amerika. Tidak heran jika hasil kebijakannya banyak mengakomodasi kepentingan Barat, setidaknya menggunakan sistem Barat. Bung Karno tidak dapat menunjung tinggi sistem itu dengan dasar, “Imperialisme dan kolonialisme adalah anak kandung dari sistem Negara Barat. Seperti halnya mayoritas anggota PBB, aku benci imperialisme dan aku jijik pada kolonialisme.

5)    Bung Karno menganggap PBB keblinger dengan menolak perwakilan Cina, sementara di Dewan Keamanan duduk Taiwan yang tidak diakui oleh Indonesia. Di mata Bung Karno, “Dengan mengesampingkan bangsa yang besar, bangsa yang agung dan kuat dalam arti jumlah penduduk,kebudayaan, kemampuan,peninggalan kebudayaan kuno, suatu bangsa yang penuh kekuatan dan daya-ekonomi, dengan mengesampingkan bangsa itu, maka PBB sangat melemahkan kekuatan dan kemampuannya untuk berunding justru karena ia menolak keanggotaan bangsa yang terbesar di dunia.

6)    Tidak adanya pembagian yang adil di antara personal PBB dalam lembaga-lembaganya. Bekas ketua UNICEF adalah seorang Amerika. Ketua Dana Khusus adalah Amerika. Badan Bantuan Teknik PBB diketuai orang Inggris. Bahkan dalam persengketaan Asia seperti halnya pembentukan
Malaysia, maka plebisit yang gagal yang diselenggarakan PBB, diketuai orang Amerika bernama Michelmore. Bagi sebagian kepala negara,sikap keluar dari PBB dianggap sikap nekad. Bung Karno tidak hanya keluar dari PBB. Lebih dari itu, ia membentuk Konferensi Kekuatan Baru (Conference New Emerging Forces/ Conefo) sebagai alternatif persatuan bangsa-bangsa selain PBB.


Konferensi ini sedianya digelar akhir tahun 1966.  Langkah tegas dan berani Sukarno langsung mendapat dukungan banyak negara, khususnya di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan. Bahkan sebagian Eropa juga
mendukung.Sebagai tandingan Olimpiade, Bung Karno bahkan menyelenggarakan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang diselenggarakan di Senayan, Jakarta pada 10 -22 November 1963.

Pesta olahraga ini diikuti oleh 2.250 atlet dari 48 negara di Asia,Afrika, Eropa, dan Amerika Selatan, serta diliput sekitar 500 wartawan asing. Bung Karno dengan Conefo dan Ganefo, sudah menunjukkan kepada dunia,
bahwa organisasi bangsa-bangsa tidak mesti harus satu, dan hanya PBB.

Namun suara bangsa-bangsa Asia Afrika di dalam forum PBB tetap tidak dapat menarik dukungan internasional dalam sidang Majelis Umum PBB.

Pembentukan Pemerintahan Sementara
Perjuangan pembebasan Irian Barat juga ditempuh melalui politik dalam negeri. Bertepatan dengan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI ke- 11, tanggal 17 Agustus 1956, Kabinet Ali Sastroamijoyo membentuk Pemerintahan Sementara Irian Barat. Tujuan pembentukan pemerintahan sementara dalam hal ini adalah pernyataan pembentukan Propinsi Irian Barat sebagai bagian dari RI.
Propinsi Irian Barat yang terbentuk itu meliputi wilayah Irian yang masih diduduki Belanda ditambah daerah Tidore, Oba, Patani dan Wasile di Maluku Utara. Pusat pemerintahan Propinsi Irian Barat berada di Soasiu, Tidore Maluku. Sebagai Gubernurnya Sultan Zaenal Abidin Syah ( Sultan Tidore ). Pelantikannya dilangsungkan tanggal 23 September 1956. Akibat dari pembentukan pemerintahan sementara Propinsi Irian Barat, antara lain Belanda makin terdesak secara politis. Selain itu Belanda menyadari bahwa Irian barat merupakan bagian Indonesia yang berdaulat.

    Pemogokan dan Nasionalisasi Berbagai Perusahaan
Selain melalui bidang politik usaha perjuangan untuk membebaskan Irian Barat juga dilancarkan melalui bidang sosial ekonomi. Pada waktu perjuangan pengembalian Irian Barat melalui Sidang Umum PBB pada tahun 1957, Menteri Luar Negeri Indonesia, Subandrio menyatakan akan menempuh jalan lain. Jalan lain yang dimaksud Subandrio memang bukan senjata tetapi berupa konfrontasi ekonomi.
Tanggal 18 Nopember 1957 diadakan gerakan pembebasan Irian Barat dengan melakukan rapat umum di Jakarta. Rapat umum itu diikuti dengan pemogokan total oleh kaum buruh yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda pada tanggal 2 Desember 1957.
Setelah itu terjadilah serentetatn pengambilalihan ( nasionalisasi ) modal dan berbagai perusahaan milik Belanda. Pengambilalihan tersebut semula dilakukan spontan oleh rakyat. Akan tetapi, kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1958. Beberapa contoh perusahaan yang diambilalih oleh Indonesia, antara lain :
a. Perbankan seperti Nederlance Handel Maat schappij (namanya kemudian menjadi Bank Dagang Negara).
b.    Perkapalan.
c.    Perusahaan Listrik Philips.
d.    Beberapa perusahaan perkebunan.
Untuk meningkatkan gerakan dan memperkuat persatuan rakyat Indonesia tanggal 10 Februari 1958 permerintah membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat.